Siapa yang tidak pernah mengalami patah hati? Putus cinta,
kematian anggota keluarga atau teman, atau kalah dalam pertandingan, itu semua
bias menyebabkan patah hati dan stress. Pagi ini tak sengaja saya membuka-buka
lembaran koran-koran bekas yang bertumpuk di ruang tamu. Sementara mencari-cari
artikel menarik, saya menemukan kolom opini di Koran Tribun Timur terbitan hari
Jumat, 7 Sepetember 2012. Judulnya sangat menarik “Jangan abaikan sindroma
patah hati”, hhhmm, saya langsung tertarik membacanya apalagi yang menulis
opini ini bukan orang sembarangan. Beliau adalah DR. Bambang Budiono SpJP FIHA
FAPSIC FSCAI (gelasnya panjang banget yah?) Kepala Heart and Vascular Centre di
RS Awal Bros Makassar.
Ceritanya, seorang pasien wanita berusia 50an yang baru
ditinggal mati suaminya masuk UGD dengan keluhan nyeri dada hebat yang terjadi
tiba-tiba disertai keringat dingin beberapa jam sebelumnya. Setelah dilakukan
pemeriksaan, rekaman EKG (bukan mahasiswa kedokteran, tidak ngerti EKG itu apa)
dan hasil lab memperlihatkan adanya peningkatan kadar enzim jantung.
Situasi klinis yang sama dapat ditemui
pada penderita serangan jantung. Si pasien kemudian dirawat di ruang ICCU dan
mendapatkan treatment layaknya penderita serangan jantung. Setelah kondisi si
ibu tadi normal, dilakukan lagi pemeriksaan angiografi koroner (kateterisasi
jantung) dan ternyata tidak ada kelainan ataupun penyempitan pada pembuluh
koroner. Evaluasi ekokardiografi memperlihatkan adanya pembesaran jantung kiri
disertai dengan penurunan kekuatan pompa, nah kejadian yang seperti ini didalam
dunia medis yang disebut dengan sindroma patah hati. Jadi tidak usah heran
kalau orang yang lagi broken heart digambarkan dengan gambar jantung yang
terbelah, karena memang jantung kita memiliki potensi untuk mengalam kelainan
akibat si patah hati ini. Menurut pak dokter, penyakit ini 90% dialami oleh
wanita (nah loh), khususnya yang telah mengalami menapouse (masih lama kayaknya
heheh).
Saya kemudian googling tentang sindrom ini kemudian
menemukan sebuah artikel yang menuliskan
“Peneliti dari Arkansas mencoba menjelaskan masalah yang
dikenal dengan istilah takotsubo cardiomyopathy. Sindrom patah hati terjadi
ketika seseorang mengalami shock besar. Shock ini memicu adrenalin dan hormon
stres lainnya yang berimbas pada pembesaran sementara di bagian jantung karena
jantung harus memompa darah lebih keras dan secara mendadak, sehingga jantung
tidak bekerja dengan baik.” (http://bit.ly/SDIziR)
0 komentar:
Posting Komentar